Peternakan Domba Garut 'SAUNG DOGAR FARM INDONESIA' melayani kebutuhan Domba Aqiqah, Qurban, domba Bibit, Daging Domba, Domba Tangkas dan Aneka Produk olahan Daging Domba.

Kasus Hipokalsemia pada Domba


Hipokalsemia dapat disebut juga paresis purpuralis, milk fever, calving paralysis, parturient paralysis, parturient apoplexy yaitu suatu kejadian kelumpuhan yang terjadi sebelum, sewaktu atau beberapa jam sampai 72 jam setelah partus (Hungerford, 1970).
Penyebab dari kejadian ini adalah rendahnya kalsium dalam darah oleh tingginya penyerapan ion Ca oleh kelenjar susu, kegagalan kelenjar parathyroid dalam mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca dalam darah serta kadar Mg, glukosa dan P yang tinggi. Selain itu kegemukan, produksi susu tinggi dan pemberian pakan yang kurang setelah melahirkan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kasus ini (Subronto dan Tjahajati,2001).
Hipokalsemia dapat terjadi pada semua jenis domba, namun sering terjadi pada domba betina yang sedang dalam masa 6 minggu terakhir kebuntingan, atau selama minggu pertama laktasi, dan juga dapat terjadi pada domba yang sedang atau sesudah mengalam pengangkutan dan berpuasa.

Gejala Klinis
Pada awal penyakit, domba mula-mula terlihat gelisah, ketakutan dan nafsu makan menghilang, Kemudian akan terlihat gangguan pengeluaran air kemih dan tinja. Kadang-kadang terlihat tremor dan hipersensitivitas otot di kaki belakang dan kepala. Jika kadar magnesium dalam serum normal atau lebih tinggi, maka akan terjadi gejala tetani eksitasi akibat hipokalsemia akan diikuti oleh relaksasi, otot lemah, depresi dan koma. Jika kadar magnesium rendah dalam serum, maka akan terlihat kekejangan selama beberapan saat. Domba biasanya akan terlihat sempoyongan dengan tidak terkoordinasi gerakan dan jatuh. Biasanya domba akan selalu berusaha untuk berdiri. Pada tahap lanjut domba akan berbaring dengan sternal recumbency dan mengistirahakan kepalanya di atas bahu. Mata terlihat nanar, pupil normal atau dilatasi dan cuping hidung kering dan suram. Hewan tidak peka terhadap sakit dan suara, suhu rektal pada umumnya subnormal. Rumen dan usus mengalami atoni, persendian-persendaian tubuh menjadi dingin dan denyut jantung meningkat.
Bila domba tidak cepat ditolong akan bertambah depresi, otot-otot melemah dan berbaring dengan posisi lateral (tahap komstose). Domba tidak dapat bangun lagi dan akibat gangguan berbaring terus menerus terjadi timpani. Pulsus meningkat, pupil mata berdilatasi, kepekaan terhadap cahaya menghilang, akhirnya dalam beberapa jam terjadi kematian.
Bila kadar magnesium dalam serum domba yang menderita hipokalsemia tidak menurun atau lebih tinggi maka gejala eksitasi dan tetani akan segera diikuti oleh relaksasi. Otot-otot terlihat melemah, depresi dan akhirnya koma. Perbandingan Ca:Mg bisa berubah dari 6:1 menjadi 2:1 dan dalam perbandingan ini efek narkose nyata dapat terlihat. Sebenarnya dalam partus secara normal kadar Mg dalam serum meningkat, tetapi biasanya tidak banyak berpengaruh sehingga gejala tetani kelihatan menonjol.
Anak-anak domba sapihan yang tidak mendapat makanan dan minum setelah perjalanan jauh, secara tiba-tiba memperlihatkan gejala kaku, gerakan tidak terkoordinasi, tremor lelah, terlihat tidak berdaya, akhirnya bisa pingsan dan mati. Sedangkan suhu tubuhnya di bawah normal.
Hipokalsemia pada domba jantan dan anak-anak domba sapihan memperlihatkan gejala-gejala kekakuan, tak ada koordinasi dalam gerakan, bisa lumpuh dan pingsan. Hewan yang mengalami hipokalsemia yang akut dan tidak diberikan pertolongan dapat mati secara tiba-tiba. Angka kematian bisa mencapai 90% dari hewan yang menderita, sedang pada anak domba sapihan kematian dapat terjadi dalam 4-48 jam (angka kematian hanya berkisar 2-3%). Anak-anak domba yang menderia hipokalsemia kronis memperlihatkan gejala pertumbuhan yang lambat, pertumbuhan gigi yang kurang baik dan mudah rontok, rakhitis pada tulang. Pada hewan dewasa biasanya memperlihatkan gejala osteomalasia.

Diagnosa
Diagnosa hipokalsemia di lapangan berdasarkan waktu kejadian penyakit dan gejala klinis yang diamati. Untuk lebih meyakinkan perlu diukur kadar kalsium di dalam darahnya.

Diferensial Diagnosa
Beberapa penyakit yang hampir sama gejala-gejalanya dengan hipokalsemia adalah hipomagnesia, enteroksemia, kematian tiba-tiba akibat infestasi parasit dan keracunan.
Gejala klinis yang terlihat pada hipomagnesia yaitu tremor otot, ataksia dan angka kematian yang tinggi dalam bentuk akut. Hipomagnesia juga sering memperlihatkan kadar kalsium darah yang rendah, tetapi tidak serendah pada kasus hipokalsemia/milk fever.
Enteroksemia sering memperlihatkan gejala yang sama dengan hipokalsemia yaitu pada stadium akhir. Tetapi dalam hal ini kadar kalsium darah tetap normal, adanya glukosuria, pembendungan paru-paru, adanya hidroperikardium dan terdapat toksin dalam saluran pencernaannya. Pada kasus keracunan atau infestasi parasit memperlihatkan gejala mati tiba-tiba sama seperti hipokalsemia. Tetapi pada keracunan HCN gejala yang ada di mulutnya terdapat busa.

Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan
Pencegahan terhadap hipokalsemia adalah dengan menghindarkan faktor-faktor yang memudahkan kearah terjadinya hipokalsemia. Pemberian pakan yang berasal dari hijauan yang banyak mengandung oksalat sebaiknya dihindarkan. Sedangkan pakan yang kurang kalsium seharusnya ditambah dengan 1-2% batu kapur.
Pada pengangkutan sebaiknya domba-domba tindakan yang perlu dihindari adalah pemuasaan, pengangkutan domba-domba bunting dan domba sedang laktasi. Jika perlu disarankan sebelum pengangkutan jarak jauh domba terlebih dahulu diberi pakan yang banyak mengandung kalsium seperti alfalfa atau pakan yang kaya kalsium yang berupa pelet. Setiap ekor diberi 1/3 bolus dengan kandungan kapur 10% atau kalsium fosfat dan setelah sampai di tempat tujuan diberikan minum dan pakan yang kaya akan kalsium.
Sinar matahari harus cukup, terutama pada domba-domba yang dikurung di kandang yang tertutup supaya mendapatkan vitamin D yang cukup. Pada hewan yang bunting tua jangan diberikan pakan yang kandungan kalsium terlalu tinggi, sebaiknya diberi pakan dengan perbandiingan fosfor yang tinggi dan kalsium yang rendah. Hal ini berguna agar kelenjar paratiroid tertekan aktivitasnya ketika masa laktasi.
Pada domba domba bunting dan sedang laktasi harus lebih diperhatikan seperti dilakukan pemberian vitamin D kira-kira 8 minggu menjelang melahirkan. Domba-domba yang kurang nafsu makan setelah melahirkan sebaiknya diberikan kalsium dan magnesium setiap hari selama 3-4 hari. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan pemberian kalsium secara rutin pada sapi yang pernah menderita, pemberian vitamin D dan peningkatan kualitas pakan pada saat melahirkan (Fraser, 1991).

Pengobatan
Penderita yang sudah tidak bisa bangun perlu sering diubah posisi tidurnya, hingga sirkulasi darah pada kaki belakang dapat berlangsung baik. Pengobatan dengan hasil yang memuaskan diperoleh dengan penyuntikan garam kalsium yang dapat segera membangunkan penderita dalam stadium berbaring (Hibbs, 1950). Dalam waktu yang sangat singkat kadang-kadang sebelum penyuntikan selesai dilakukan, penderita sudah sanggup berdiri. Apabila setelah dilakukan penyuntikan dengan sediaan kalsium masih belum memberikan hasil, penderita perlu dipacu bangun electrical coaxer kalau ada. Pada kasus hipokalsemia ini pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a. Larutan Calcii glukonas sebanyak 3-5 cc dimasukkan ke dalam 100 larutan glukosa 5% dan diberikan secara intravena melalui vena jugularis.Larutan tersebut disuntikan selama 10-15 menit. Bila terlalu cepat dapat menyebabkan bradikardia, yang mungkin diikuti dengan berhentinya kerja jantung. Untuk itu pada waktu penyuntikan dianjurkan mendengarkan denyut jantung dengan stetoskop. Kalau tidak digunakan stetoskpo, secara visual dapat diikuti dengan melihat reaksi penderita, kecepatan pulsus venosus, gerak bola mata, ada tidaknya eksitasi dan lain-lain. Perlu diperhatikan kemungkinan timbulnya hipokalsemia 12-24 jam setelah pemberian sediaan kalsium. Untuk mengatasi hal ini seharusnya penderita diamati dan sediaan kalsium harus diberikan lagi, yang mungkin sampai beberapa kali penyuntikan. Dalam kasus ini pemberian larutan tersebut dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Pemberian larutan Calcii glukonas dimaksudkan untuk mengembalikan kadar Ca yang ada di dalam darah ke kondisi yang normal.
b. Pemberian Etamidon dilakukan pada hari kedua dimana kondisi domba sudah terlihat parah. Pemberian obat ini dimaksudkan untuk mengurangi rasa sakit yang dialami oleh domba.
c. Sangobion dan Bio ATP diberikan untuk membantu mempercepat pemulihan kondisi tubuh dari hewan dan meningkatkan nafsu makan.

DAFTAR PUSTAKA
Fraser, C.M. 1991. The Merck Veterinary Manual: Hand Book of Diagnosis, Therapy and Disease Prevention and Control for The Veterinarian. 7th ed. Merck & Co., Inc. USA.
Girinda, A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor-Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor.
Hungerford, TG. 1970. Disease of Livestock. Angus and Robertson. London.
Subronto dan Tjahajati, I. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda